BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Kemajuan
teknologi adalah sesuatu hal yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini,
karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan
manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan
aktifitas manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati
banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam
dekade terakhir ini. Namun demikian, walaupun pada awalnya diciptakan untuk
menghasilkan manfaat positif, di sisi lain juga juga memungkinkan digunakan
untuk hal negatif.
Nana
Syaodih S. (1997: 67) menyatakan bahwa sebenarnya sejak dahulu teknologi sudah
ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Kalau manusia pada zaman dulu
memecahkan kemiri dengan batu atau memetik buah dengan galah, sesungguhnya
mereka sudah menggunakan teknologi, yaitu teknologi sederhana. Terkait dengan
teknologi, Anglin mendefinisikan teknologi sebagai penerapan ilmu-ilmu perilaku
dan alam serta pengetahuan lain secara bersistem dan menyistem untuk memecahkan
masalah. Ahli lain, Kast & Rosenweig menyatakan Technology is the art of
utilizing scientific knowledge. Sedangkan Iskandar Alisyahbana (1980:1)
merumuskan lebih jelas dan lengkap tentang definisi teknologi yaitu cara
melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal
sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh
anggota tubuh, panca indera, dan otak manusia. Menurut Iskandar Alisyahbana
(1980) Teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena
dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi
sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi, meskipun istilah
“teknologi belum digunakan. Istilah “teknologi” berasal dari “techne “ atau
cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat
diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya
adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan
akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat
lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan otak manusia. Sedangkan menurut
Jaques Ellul (1967: 1967 xxv) memberi arti teknologi sebagai” keseluruhan
metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap
bidang kegiatan manusia.
Teknologi memiliki makna sebagai
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Penggunaan teknologi yang dilakukan oleh manusia
diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana.
Penemuan prasejarah tentang kemampuan mengendalikan api telah menaikkan ketersediaan sumber-sumber pangan,
sedangkan penciptaan roda telah membantu manusia dalam beperjalanan dan mengendalikan lingkungan mereka.
Perkembangan teknologi terbaru, termasuk di antaranya mesin cetak, telepon,
dan internet,
telah memperkecil hambatan fisik terhadap komunikasi dan memungkinkan manusia untuk berinteraksi secara bebas dalam skala global.
Tetapi, tidak semua teknologi digunakan untuk tujuan damai; pengembangan senjata penghancur yang semakin hebat telah berlangsung sepanjang sejarah, dari pentungan sampai senjata nuklir.
Teknologi
telah memengaruhi masyarakat dan sekelilingnya dalam banyak cara.
Perkembangan teknologi pun sangat pesat dapat terjadi. Di banyak kelompok
masyarakat, perkembangan teknologi juga telah membantu memperbaiki ekonomi (termasuk ekonomi global masa kini) dan telah memungkinkan bertambahnya kaum senggang.
Namun, banyak proses pengembangan teknologi menghasilkan produk sampingan yang
tidak dikehendaki, yang disebut pencemar,
dan menguras sumber daya alam, merugikan dan merusak Bumi dan lingkungannya. Berbagai macam
penerapan teknologi telah memengaruhi nilai suatu masyarakat dan teknologi baru seringkali mencuatkan pertanyaan-pertanyaan
etika baru. Sebagai contoh, meluasnya gagasan tentang efisiensi dalam konteks produktivitas manusia, suatu istilah yang pada awalnynya hanya
menyangku permesinan, contoh lainnya adalah tantangan norma-norma
tradisional.bahwa keadaan ini membahayakan lingkungan dan mengucilkan manusia;
penyokong paham-paham seperti transhumanisme dan tekno-progresivisme memandang proses teknologi yang berkelanjutan sebagai hal yang menguntungkan
bagi masyarakat dan kondisi manusia. Tentu saja, paling sedikit hingga saat
ini, diyakini bahwa pengembangan teknologi hanya terbatas bagi umat manusia,
tetapi kajian-kajian ilmiah terbaru mengisyaratkan bahwa primata lainnya dan komunitas lumba-lumba tertentu telah mengembangkan alat-alat
sederhana dan belajar untuk mewariskan pengetahuan mereka kepada keturunan
mereka.
Menurut
B.J. Habiebie (1983: 14) ada delapan wahana transformasi yang menjadi prioritas
pengembangan teknologi, terutama teknologi industri, yaitu 1) pesawat terbang,
(2) maritim dan perkapalan, (3) alat transportasi, (4) elektronika dan
komunikasi, (5) energi, (6) rekayasa , (7) alat-alat dan mesin-mesin pertanian,
dan (8) pertahanan dan keamanan.
Tidak
selamanya perkembangan teknologi berdampak positif seperti yang telah
dijelaskan diatas perkembangan teknologi pun mempunyai dampak negatif. Dampak
negatif yang terjadi bukan hanya merugikan sumber daya alam namun bahkan
merugikan manusia. Bagaimana tidak, dengan adanya perkembangan teknologi
perilaku sosial masyarakat jadi berubah. Banyak masyarakat yang tidak cerdas
dalam menggunakan perkembangan teknologi modern sekarang ini.Sebagai contoh
pada pekembangan teknologi informasi dan komunikasi yaitu dengan adanya media
internet sebagai sarana yang mampu memberikan informasi dalam waktu singkat.
Internet sangat gandrung diminati oleh anak muda maupun orang tua, aplikasi
yang menarik yang ditawarkan dalam internet pun beragam sehingga orang senang
menggunakan internet. Namun ternyata penggunaan internet ini berdampak negatif
pada seseorang yang tidak cerdas menggunakannya. Informasi yang didapatkan di
internet dapat dengan mudah diakses dari informasi tentang pengetahuan sampai
informasi yang berbau pornografi. Informasi yang disajikan berbau pornografi
lah yang dapat menyebabkan perilaku sosial berubah. Anak-anak dapat dengan
mudah dan cepat mengakses informasi yang berbau pornografi yang menyebabkan
terjadi perilaku negatif yang seharusnya tidak terjadi pada anak-anak.
Dalam
perkembangan teknologi ada beberapa teori yang berkaitan yaitu teori
determinasi dan utopianisme. Yang berisi tentang perubahan yang terjadi pada
berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu
sendiri. Teknologi membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku
dalam masyarakat dan teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk
bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain.
BAB II
ISI
A. Teori
Determinasi
Teori ini dikemukakan oleh Marshall
McLuhan pertama kali pada tahun 1962 dalam tulisannya The Guttenberg Galaxy:
The Making of Typographic Man. McLuhan berpikir bahwa budaya kita dibentuk oleh
bagaimana cara kita berkomunikasi.
Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teklologi.
Maksudnya adalah penemuan atau perkembangan teknologi komunikasi itulah yang
sebenarnya yang mengubah kebudayaan manusia. Jika Karl Marx berasumsi bahwa
sejarah ditentukan oleh kekuatan produksi, maka menurut McLuhan eksistensi
manusia ditentukan oleh perubahan mode komunikasi.Kalau mau kita lihat saat ini
tidak ada satu segi kehidupan manusia pun yang tidak bersinggungan dengan apa
yang namanya media massa. Mulai dari ruang keluarga, dapur, sekolah, kantor,
pertemanan, bahkan agama, semuanya berkaitan dengan media massa. Hampirhampir
tidak pernah kita bisa membebaskan diri dari media massa dalam kehidupan kita
seharihari. Dalam bahasa Em Griffin (2003: 344) disebutkan, ³Nothing remains
untouched by communication technology. Determinasi teknologi juga merupakan
keberadaan media komunikasi massa dilihat sebagai fenomena yang dibentuk oleh
perkembangan masyarakat. Teknologi mengubah konfigurasi masyarakat, mulai dari
masyarakat agraris, industrial sampai ke masyarakat informasi. Dalam perubahan
tersebut teknologi komunikasi berkembang sebagai upaya manusia untuk mengisi
pola-pola hubungan dalam setiap konfigurasi baru. Perkembangan teknologi yang
mempengaruhi kegiatan komunikasi, pertaliannya dapat dilihat pada dua tingkat,
pertama secara struktural, yaitu faktor teknologi yang mengubah struktur
masyarakat, untuk kemudian membawa implikasi dalam perubahan struktur model
komunikasi. Kedua, perubahan model komunikasi secara kultural membawa implikasi
pula pada perubahan cara-cara pemanfaatan informasi dalam masyarakat. Dengan
begitu determinasi teknologi dalam konteks komunikasi dapat dilihat dalam
urutan berpikir dari perubahan struktur masyarakat, struktur model komunikasi
dalam masyarakat, dan cara pemanfaatan informasi. Selain itu ada pula pandangan
dengan urutan sebaliknya dari pemanfaatan informasi, membawa perubahan
masyarakat, dan untuk kemudian mempengaruhi perkembangan teknologi. Pandangan
ini menempatkan media massa dapat membentuk masyarakat melalui realitas psikhis
dan realitas empiris sehingga terdapat daya kreatif person maupun kolektifitas.
Dengan kapabilitas dan daya kreatif secara personal atau kolektif dapat
melahirkan (invention) dan memperkembangkan (innovation)
teknologi dalam masyarakat.
McLuhan juga menjabarkan tentang teori yang dia
kemukakan ini , yakni sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode: a
tribal age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf), a print age
(era cetak), dan electronic age (era elektronik). Menurutnya, transisi antar
periode tadi tidaklah bersifat bersifat gradual atau evolusif, akan tetapi
lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi.
- The
Tribal Age. Menurut McLuhan, pada era purba atau era suku zaman dahulu,
manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi.
Komunikasi pada era itu hanya mendasarkan diri pada narasi, cerita,
dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi, telinga adalah “raja” ketika itu,
“hearing is believing”, dan kemampuan visual manusia belum banyak
diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini kemudian tergusur dengan
ditemukannya alfabet atau huruf.
- The Age
of Literacy. Semenjak ditemukannya alfabet atau huruf, maka cara manusia
berkomunikasi banyak berubah. Indera penglihatan kemudian menjadi dominan
di era ini, mengalahkan indera pendengaran. Manusia berkomunikasi tidak
lagi mengandalkan tuturan, tapi lebih kepada tulisan.
- The
Print Age. Sejak ditemukannya mesin cetak menjadikan alfabet semakin
menyebarluas ke penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui mesin cetak tersebut
semakin merajalela. Kehadiran mesin cetak, dan kemudian media cetak,
menjadikan manusia lebih bebas lagi untuk berkomunikasi.
- The
Electronic Age. Era ini juga menandai ditemukannya berbagai macam alat
atau teknologi komunikasi. Telegram, telpon, radio, film, televisi, VCR,
fax, komputer, dan internet. Manusia kemudian menjadi hidup di dalam apa
yang disebut sebagai “global village”. Media massa pada era ini mampu
membawa manusia mampu untuk bersentuhan dengan manusia yang lainnya, kapan
saja, di mana saja, seketika itu juga.
Teori ini
pada media massa dan kebudayaan, memiliki dua kelemahan pokok yaitu :
1.
Teori ini
hanya memandang satu aspek tertentu media yaitu bentuk material atau tekonologi
sebagai karakter pokok dan sangat menentukan.
2.
Pandangan
teori ini hanya berdasarkan peristiwa historis dan pengalam yang dialami dunia
barat.
B. Teori
Utopianisme
Kata
“utopia” sebenarnya secara biner beroposisi dengan “dystopia.” Thomas More,
seorang santo Katolik sekaligus pemikir Inggris yang hidup di jaman Renaissance
akhir, pada tahun 1515 menulis “Utopia,” dan dilansir ke publik pada tahun
1516. Singkatnya “Utopia” adalah gagasan tentang masyarakat ideal yang
tatanannya berdasarkan “alasan.” More sebenarnya membayangkan visi masyarakat
egalitarian yang relasi sosialnya didasari oleh rasionalitas dan
konsensus-konsensus bersama. Gambaran ideal ini pada masa itu merupakan hal
yang sulit untuk dibayangkan. More menggambarkan bahwa dalam tatanan tersebut
masyarakat yang terdiri dari tujuh bagian hidup saling menghormati (toleran
satu sama lain) melalui nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung bersama. Masyarakat egalitarian yang digambarkan More lebih
mirip dengan masyarakat komunis yang dibayangkan Marx. Itu sebabnya ide
masyarakat bebas kelas yang dicita-citakan Marx dianggap sebagai Utopia.“Situs”
yang digunakan Foucault merujuk pada “ruang-ruang yang liyan.” Ruang-ruang lain
ini merupakan ruang yang menjadi ada karena relasi reflektifnya dengan ruang di
luar ruang itu sendiri. Hubungan tersebut terkadang berlawanan atau
berkebalikan secara langsung. Foucault menjelaskan:
“… certain
ones that have the curious property of being in relation with all the other
sites, but in such a way as to suspect, neutralize, or invert the set of
relations that they happen to designate, mirror, or reflect. These spaces, as
it were, which are linked with all the others, which however contradict all the
other sites…” (Foucault, “Of Other Spaces”, melalui Mirzoeff, Nicholas, ed.,
1998, 239).
Dalam situs
seperti ini, terjadi epos penjungkir balikkan relasi ruang yang diuraikan
sebelumnya. Runtuhnya batas antara jauh-dekat, dan bahkan hilang atau
berubahnya pemaknaan terhadap jarak itu sendiri. Secara spesifik, Foucault
menyebut “situs” miliknya ini sebagai “situs utopia” dan “situs heterotopia.” Situs
Utopia adalah situs tanpa tempat atau lokasi geografis yang nyata, namun
memiliki relasi langsung (dan terkadang sekaligus berkebalikan) dengan
ruang-ruang lain yang sesungguhnya ada dalam masyarakat. Artinya, walau tanpa tempat
yang nyata secara geografis, situs utopia dapat dengan mudah ditunjukkan
locus-nya dalam kehidupan sehari-hari manusia. Situs utopia dalam konsep
Foucault merupakan konsep ruang itu sendiri. Ia merepresentasikan pemahaman
manusia terhadap ruang yang berimplikasi waktu di dalamnya. Oleh sebab itu,
situs utopia selalu menghadirkan dirinya sendiri dalam bentuk yang
“disempurnakan.” Ia merepresentasikan (dapat juga dikatakan merefleksikan)
realitas secara tepat sama namun berkebalikan. Foucault menjelaskan,
“Utopias are
sites with no real place. They are sites that have general relation of direct
or inverted analogy with the real space of society. They present itself in a
perfected form, or else society turned upside down, but in any case these
utopias are fundamentally unreal spaces.” (Ibid.)
Seperti
halnya bayangan diri kita di cermin, ia merefleksikan realitas diri kita secara
tepat sama namun juga terbalik: kiri menjadi kanan dan sebaliknya. Namun diri
kita di dalam cermin tersebut memiliki konteks spasio-temporal yang tepat sama.
Bayangan diri kita di dalam cermin tidak bergerak lebih lambat dari kita, ia
bergerak dalam sinkronisasi yang sempurna. Dalam situs utopia realitas
dijungkirbalikkan sehingga seharusnya kita dapat mengambil jarak dari realitas
yang direfleksikan tersebut. Namun sinkronisasi spasio-temporal yang sempurna
dan tanpa distorsi tersebut mengaburkan jarak tersebut karena memberi kesan
sungguh nyata pada kita. Distorsi paling besar justru berada dalam pemahaman
kita ketika kita berpikir untuk mengonfirmasi realitas kita melalui refleksi
tersebut. Seseorang yang berdandan di hadapan cermin dapat dimaknai sebagai
sebuah tindakan konfirmasi realitas seperti ini. Penjungkirbalikkan jarak dan
visualitas menjadi tidak dipersoalkan karena refleksi yang diasumsikannya
merepresentasikan realitas bergerak dalam spasio-temporal yang sinkron.
Sinkronisitas ini memberikan ilusi tentang realitas baru yang runtuh ke bawah
sadar dan tidak dipersoalkannya.
BAB III
KESIMPULAN
Perkembangan
teknologi yang semakin maju membuat segalanya serba ingin cepat dan instan.
Teknologi sebagai peralatan yang memudahkan kerja manusia membuat budaya ingin
selalu dipermudah dan menghindari kerja keras maupun ketekunan. Teknologi juga
membuat seseorang berpikir tentang dirinya sendiri. Jiwa sosialnya melemah
sebab merasa bahwa tidak memerlukan bantuan orang lain jika menghendaki
sesuatu, cukup dengan teknologi sebagai solusinya. Akibatnya, tak jarang kepada
tetangga dekat kurang begitu akrab karena telah memiliki komunitas sendiri,
meskipun jarak memisahkan, namun berkat teknologi tak terbatas ruang dan waktu.
Solusi agar budaya yang dibentuk di era elektronik ini tetap positif, maka
harus disertai dengan perkembangan mental dan spiritual. Diharapkan informasi
yang diperoleh dapat diolah oleh pikiran yang jernih sehingga menciptakan
kebudayaan-kebudayaan yang humanis.
Kemajuan
teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang
revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah,
praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain,
berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai
tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang
teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan
mayantara. Masalah kejahatan mayantara dewasa ini sepatutnya mendapat perhatian
semua pihak secara seksama pada perkembangan teknologi informasi masa depan,
karena kejahatan ini termasuk salah satu extra ordinary crime (kejahatan luar
biasa) bahkan dirasakan pula sebagai serious crime (kejahatan serius) dan
transnational crime (kejahatan antar negara) yang selalu mengancam kehidupan
warga masyarakat, bangsa dan negara berdaulat. Tindak pidana atau kejahatan ini
adalah sisi paling buruk di dalam kehidupan moderen dari masyarakat informasi
akibat kemajuan pesat teknologi dengan meningkatnya peristiwa kejahatan
komputer, pornografi, terorisme digital, “perang” informasi sampah, bias informasi,
hacker, cracker dan sebagainya.
Determinisme teknologi media massa
memunculkan dampak. Media massa mampu membentuk seperti apa manusia. Manusia
mau diarahkan pada kehidupan yang lebih baik media massa punya peran. Namun
demikian, media massa juga punya andil dalam memperburuk keberadaan manusia itu
sendiri. eknologi membentuk cara berpikir,
berperilaku, dan bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi
selanjutnya di dalam kehidupan manusia. Contohnya dari masyarakat yang belum
mengenal huruf menjadi masyarakat yang canggih dengan perlatan cetak maupun
electronik. Inti determinisme teori yaitu penemuan atau perkembangan teknologi
komunikasi merupakan faktor yang mengubah kebudayaan manusia. Di mana menurut
McLuhan, budaya kita dibentuk dari bagaimana cara kita berkomunikasi.
'utopia',
sebagai sastra yang merayakan pandangan optimistik, positivistik dan afirmatif
terhadap perkembangan sains dan teknologi. Williams menjelaskan empat tipe
fiksi utopian macam ini, yang melukiskan: a) surga, yang di dalamnya sebuah
kehidupan lebih bahagia dilukiskan terjadi di sebuah dunia lain; b) dunia yang
berubah secara eksternal, yang di dalamnya sebuah kehidupan baru dimungkinkan
melalui perubahan terhadap alam; c) transformasi yang didambakan, yang di dalamnya
sebuah kehidupan baru dicapai melalui upaya-upaya manusia; dan d) transformasi
teknologis, yang di dalamnya sebuah kehidupan baru dimungkinkan melalui
penemuan teknis. Sastra utopis yang bersandar pada transformasi teknologis
adalah sastra yang 'merayakan' sains dan teknologi dalam ekspresi dan
narasinya, dengan menarasikan segala konsekuensi-konsekuensi positifnya.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://nurudin.staff.umm.ac.id/2010/01/21/teori-determinisme-teknologi-technological-
determinism-theory/
·
http://yearrypanji.wordpress.com/2008/06/03/determinisme-teknologi-marshall-mcluhan/
·
Griffin, Emory A., A First Look at Communication
Theory, 5th edition, New YorkMcGraw-Hill, 2003,page
341,354
0 komentar:
Posting Komentar